√Siapa Duluan Pekong?
Di kesempatan ini kita akan mengupas tentang Siapa Duluan Pekong? yang mungkin sedang sobat cari, dan kami sudah menyiapkan artikel ini dengan baik untuk dapat Sobat baca dan ambil informasi didalamnya. Semoga postingan kami kali ini dapat membawa manfaat untuk Sobat semuanya, oke selamat membaca.
Oleh:Dr Arifin Saleh Siregar, SSos, MSP
JUMAT, 26 Februari 2021, sebelas pasangan kepala daerah/wakil kepala daerah kabutapen/kota di Sumatera Utara dilantik Gubernur, Edy Rahmayadi dalam sebuah acara sederhana. Dua belas pasangan lainnya akan menyusul, melengkapi 23 pasangan kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada Serentak 2020.
Judul dengan nada bertanya di atas bukan bermaksud memprovokasi. Tapi, sebaliknya. Pertanyaan seperti itu sengaja dikemukakan agar masing-masing pasangan kepala daerah tertantang tidak sampai pekong (pecah kongsi). Sehingga diharapkan, judul tulisan ini pun jawabannya: tak ada!
Kata pekong juga sengaja dipilih agar gampang diingat. Pekong dalam konteks ini bisa diartikan dengan keretakan atau ketidakharmonisan yang terjadi di antara kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pekong menjadi isu dan fakta yang tak bisa diabaikan di era Pilkada Langsung yang memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai satu paket pasangan. Apalagi, memang pada gilirannya banyak pasangan kepala daerah yang pekong di tengah jalan.
Pekong pun menyeruak menjadi fakta publik yang merugikan rakyat dan daerah. Jauh sebelumnya (6 Maret 2013), Syamsuddin Harris, Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam forum diskusi bertajuk Pilkada Serentak: Solusi Politik Biaya Tinggi, di Jakarta, mengatakan pecah kongsi antara kepala daerah dan wakilnya sudah menjadi masalah yang krusial dalam kepemimpinan daerah, sehingga berakibat tak efektifnya pemerintahan.
Dalam diskusi Perspektif Indonesia yang digelar, Sabtu (10/2/2018) di Jakarta, dari catatan Kementerian Dalam Negeri terungkap sejak Pilkada 2005 hingga 2014, lebih 90% kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi di tengah jalan. Atau ada 971 kepala darah yang pecah kongsi dan hanya 77 yang tidak pecah kongsi.
Pekong membuat jalannya roda pemerintahan terganggu. Pelayanan publik terabaikan. Penyediaan atau pembangunan sarana publik seperti infrastruktur jalan tak tersentuh. Peningkatan pembangunan dan pengentasan masalah kemiskinan tak terlaksana.
Di Sumut, pekong kepala daerah dan wakilnya bukan hal yang luar biasa. Bukti terjadinya ketidakmonisan ini sudah banyak. Dan selama ini semua itu sudah menjadi rahasia umum. Menjadi pembicaraan di kampus, di instansi pemerintahan, hingga di warung-warung kopi.
Ketika sudah pekong, yang sering terjadi adalah saling intip. Saling membangun dukungan dan kekuatan. Saling mencari dan mengumpul kesalahan yang sewaktu-waktu akan digunakan sebagai alat menjatuhkan. Energi, pikiran, waktu, dan juga materi tersita untuk pekong itu.
Pada dasarnya pekong antara kepala daerah dengan wakil kepala daerah tidak bisa dilepaskan dari kekuasaan, kepuasan, dan keuangan. Kepala daerah baik bupati maupun walikota tentu memiliki kuasa. Dengan kekuasaannya ia akan mendapatkan kepuasan dan juga uang, baik resmi sebagai haknya, maupun di luar itu.
Tapi, tiga kata tadi (kekuasaan, kepuasan, dan keuangan) tentu tidak hanya milik kepala daerah. Wakil kepala daerah juga harus mendapatkannya. Apalagi mungkin ketika Pilkada, si wakil sudah mengeluarkan dana yang tidak sedikit dan sudah berkeringat ke sana ke mari dalam rangka memenangkan kontestasi.
Persoalan bagi-bagi kekuasaan (sharing of power) atau bagi-bagi pekerjaan/tugas (sharing of job) sering juga menjadi pemicu pekong. Apalagi kalau memang tidak ada bagi-bagi, tidak ada sharing, maka semakin membuncahlah potensi pekong tersebut.
Kalaupun ada pembagian, mungkin menurut si wakil tidak seimbang atau berat sebelah. Belum lagi adanya gesekan, gosokan, dan provokasi dari kelompok tertentu.
Menghindari pekong kepala daerah sebenarnya cukup sederhana. Ada dua langkah yang bisa ditempuh. Pertama, wakil kepala daerah harus tunduk dan patuh terhadap tugasnya yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, tugas kepala daerah salah satunya adalah memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. Sedangkan tugas wakil kepala daerah salah satunya adalah membantu kepala daerah dalam memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Langkah pertama ini harus disikapi wakil kepala daerah. Dalam ketentuan itu, tugas wakil kepala daerah memang untuk membantu kepala daerah dan substitusi.
Undang-undang itu juga menyebutkan wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah. Bisa dikatakan, ia harus berada setengah langkah atau malah satu langkah di belakang kepala daerah. Karenanya, wakil kepala daerah harus sadar hukum.
Posisinya memang ibarat “ban serap” yang hanya dipakai dalam kondisi tertentu. Jika si wakil sadar dengan ini, maka pekong akan bisa dihindari. Di Sumut, ada beberapa contoh wakil kepala daerah yang sadar diri dengan posisinya, sehingga sampai akhir periode ia tetap akur dengan kepala daerahnya.
Langkah kedua, ini dari sisi kepala daerah. Artinya, kepala daerah harus mau berbagi; berbagi kekuasaan dan berbagi pekerjaan. Kepala daerah jangan one man show. Jangan pula meninggalkan wakilnya hanya duduk manis di belakang meja dan kalaupun disuruh keluar itu hanya ke kecamatan untuk gunting pita dan kata sambutan di acara dharma wanita.
Bagi-bagi kekuasaan dan pekerjaan bisa dibungkus dalam sebuah kesepakatan atau komitmen. Jika belum ada kesepakatan di antara keduanya, maka setelah pelantikan kepala daerah harus berinisiatif merealisasikannya. Duduk berdua mendiskusikan tugas-tugas ke depan, membicarakan hak dan kewajiban, serta mengikatnya dengan komitmen dan kesepakatan.
Kuncinya memang ada di tangan keduanya. Di satu sisi, wakil kepala daerah harus sadar diri dengan posisinya. Di sisi lain, kepala daerah harus sadar juga untuk mau berbagi.
Dengan kesadaran ini, yakinlah pekong itu tidak akan terjadi. Jawaban dari judul di atas pun memang adalah: tidak ada!
Tapi, jika kesadaran itu tidak muncul, maka publik tinggal menunggu; pasangan mana yang duluan pekong.
(Dekan FISIP UMSU)
0 Response to "√Siapa Duluan Pekong?"
Posting Komentar